BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Adat
adalah sebenarnya nilai-nilai dan sifat Hukum Adat itu sangat identik dan
bahkan sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila. Sebagai contoh, religio magis, gotong
royong, musyawarah mufakat dan keadilan. Dengan demikian Pancasila merupakan
kristalisasi dari Hukum Adat.
Dasar Berlakunya Hukum Adat ditinjau dari segi
Filosofi Hukum Adat yang hidup, tumbuh dan berkembang di
indonesia sesuai dengan perkembangan jaman yang berfiat
luwes, fleksibel sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. UUD 1945 hanya
menciptakan pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan
dari UUD RI. Pokok pokok pikiran tersebut menjiwai cita-cita hukum
meliputi hukum negara baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Dalam pembukaan UUD 1945 pokok pokok pikiran yang
menjiwai perwujudan cicta-cita hukum dasar negara
adalah Pancasila. Penegasan Pancasila sebagai
sumbertertib hukum sangat berarti bagi hukum adat
karena Hukum Adat berakar pada kebudayaan rakyat
sehingga dapat menjelmakan perasaan
hukum yang nyata dan hidup dikalangan
rakyat dan mencerminkan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia
(Wignjodipoero, l983:14). Dengan demikian hukum adat secara
filosofis merupakan hukum yang berlaku sesuai Pancasila sebagai
pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH POLITIK
HUKUM ADAT
Sejarah adalah kejadian yang terjadi
pada masa lampau yang disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan berbagai
peristiwa. Peninggalan-peninggalan itu disebut sumber sejarah. Dalam bahasa
Inggris, kata sejarah disebut history, artinya masa lampau masa lampau umat
manusia, dalam bahasa Arab, sejarah
disebut sajaratun (syajaroh), artinya pohon dan keturunan.[1]
Sedangkan
politik hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan
dan cara – cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.
Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu
masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta
dipatuhi masyarakat pendukungnya.
1. Hukum adat pada masa VOC (Vereenigde
Oost Indische Compagnie)
Zaman kompeni atau Voc (1620-1800)
adalah pada hakikatnya suatu perseroan dagang. Oleh karena itu, mudah
dimengerti bahwa kompeni hanyalah mengutamakan kepentingan sebagai badan
perniagaan. Dengan demikian maka bangunan hukum adat yang hingga saat itu sudah
ada didaerah-daerah yang jauh dibiarkan saja sehingga hukum rakyat tetap
berlaku.
Baru apabila kepentingan kompeni
terganggu, maka kompeni akan menggunakan kekuasaannya. hal ini berakibat bahwa
sikap kompeni terhadap hukum adat adalah tergantung pada keperluan saat itu
. Semula kompeni membiarkan hukum adat
berlaku seperti sediakala tetapi pengurus kompeni di negeri Belanda (Heren
XVII) menetapkan dengan perintah tertanggal 4 maret 1621 yang mengharuskan
hukum sipil belanda diperlakukan di dalam daerah yang dikuasai oleh kompeni.
Pemerintah pengurus kompeni tersebut
diatas baru pada tahun 1625 oleh Gubernur Jenderal De Carpentier akan dipenuhi
akan tetapi dengan syarat jika sekiranya dapat dilakukan di negeri ini dan jika
menurut keadaan di negeri ini dapat dilakukan. Dengan diadakan syarat-syarat
tersebut diatas tersimpul kemungkinan untuk tidak memperlakukan hukum Belanda
jika kedaan memaksa.[2]
Pada awalnya hukum asli masyarakat
yang dikenal dengan hukum adat dibiarkan sebagaimana adanya, namun kehadiran
era VOC dapat dicatat perkembangan sebagai berikut: Sikapnya
tidak selalu tetap (tergantungan kepentingan VOC), VOC hanya mencampuri urusan
perkara pidana guna menegakkan ketertiban umum dalam masyarakat. Terhadap Hukum
perdata diserahkan , dan membiarkan hukum adat tetap berlaku.
Tahun 1619 VOC di bawah pimpinan Jenderal Jan Pieter Zoon
Coen menduduki Jakarta (Batavia).
Wilayah
VOC meliputi daerah di antara laut Jawa dan Samudera Indonesia, dengan
batas-batas :
Ø Sebelah barat : sungai Cisadane
Ø Sebelah timur : sungai Citarum
Kedudukan
VOC pada waktu itu
Ø Sebagai pengusaha perniagaan
Ø Sebagai penguasa pemerintahan
Adapun
hukum yang diterapkan pada waktu itu adalah hukum VOC, yang terdiri dari
unsur-unsur :
Ø Hukum Romawi
Ø Asas-asas hukum Belanda Kuno
Ø Statuta Betawi
Statuta
Betawi dibuat oleh Gubernur Jenderal Van Diemen yang berisikan kumpulan
plakat-palakat dan pengumuman yang dikodifikasikan. Menurut Van Vollenhoven Kebijakan
yang diambil oleh VOC dalam bidang hukum tersebut disebutnya “Cara
mempersatukan hukum yang sederhana” Dalam praktek / kenyataannya, peraturan
yang diambil oleh VOC dalam bidang hukum tersebut tidak dapat dijalankan, sebab
:
Ø Ada hukum yang berlaku di dalam
pusat pemerintahan VOC, yaitu dalam kota Betawi/Batavia.
Ø Ada hukum yang berlaku di luar pusat
pemerintahan VOC, yaitu di luar kota Betawi/Jakarta.
Perhatian
terhadap hukum adat pada masa ini sedikit sekali, tapi ada beberapa
tulisan-tulisan baik perorangan maupun karena tugas pemerintahan, diantaranya :
Ü Confendium (karangan singkat) dari
D.W. Freijer
Memuat tentang peraturan hukum Islam
mengenai waris, nikah dan talak.
Ü Pepakem Cirebon
Dibuat oleh Mr. P.C. Hasselar (residen Cirebon). Membuat
suatu kitab hukum yang bernama “pepakem Cirebon” yang diterbitkan oleh Hazeu.
Isinya merupakan kumpulan dari hukum adat Jawa yang bersumber dari kitab kuno
antara lain : UU Mataram, Kutaramanawa, Jaya Lengkaran, dan lain-lain.
Dalam
Pepakem Cirebon, dimuat gambaran seorang hakim yang dikehendaki oleh hukum adat
:
a.
Candra
: bulan yang menyinari segala tempat yang gelap
b.
Tirta
: air yang membersihkan segala tempat yang kotor
c.
Cakra
: dewa yang mengawasi berlakunya keadaan
d.
Sari
: bunga yang harum baunya
Penilaian
VOC terhadap hukum adat :
1. Hukum adat identik dengan hukum
agama Hukum adat terdapat dalam tulisan-tulisan yang berbentuk kitab hukum.
2. Penerapannya bersifat opportunitas
(tergantung kebutuhan).
3. Hukum adat kedudukannya lebih rendah
dari hukum Eropa.
2. Masa Penjajahan Jepang
Pada tanggal 9 Maret 1942 pemerintah hindia belanda bertekuk lutut menyerah
tanpa syarat kepada jepang. Gubernur jenderal tjarda van starkenborgh
stachouwer dibawa jepang ke Taiwan. Namun pada tanggal 14 agustus 1945 jepang
terpaksa menyerah kepada sekutu akibat bom atom yang dijatuhkan amerika pada
tanggal 6 agustus 1945 di horishima. Hal mana berarti Indonesia diduduki jepang
hanya selama tiga tahun lima bulan lima hari.
Selama pemerintahan jepang pada umumnya yang berlaku adalah hukum militer, hukum perundangan apalagi hukum adat tidak mendapat perhatian sama sekali. Mendekati tahun 1945 orang-orang jepang mulai berbaik hati, terlihat bendera merah putih telah dapat berkibar di samping bendera hinomaru. Pada tanggal 28 Mei 1945 panitia penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan (PPPK) yang diketuai Dr. Radjiman Wediodeningrat.
Selama pemerintahan jepang pada umumnya yang berlaku adalah hukum militer, hukum perundangan apalagi hukum adat tidak mendapat perhatian sama sekali. Mendekati tahun 1945 orang-orang jepang mulai berbaik hati, terlihat bendera merah putih telah dapat berkibar di samping bendera hinomaru. Pada tanggal 28 Mei 1945 panitia penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan (PPPK) yang diketuai Dr. Radjiman Wediodeningrat.
Pada masa penjajahan Jepang juga
terdapat regulasi yang mengatur tentang hukum adat di Indonesia, yaitu pada
Pasal 3 UU No.1 Tahun 1942 yang menjelaskan bahwa semua badan pemerintah dan
kekuasaanya, hukum dan UU dari pemerintah yang dahulu tetap diakui sah buat
sementara waktu saja, asal tidak bertentangan dengan peraturan militer.
Masa itu berlaku hukum militer,
sedangkan hukum perundangan dan hukum adat tidak mendapat perhatian saat itu.
Peraturan pada masa pemeintahan Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan
dengan hukum militer.
3. Hukum adat masa proklamasi
Merujuk pada pengertian hukum adat, maka hukum adat
pembentukan dapat melalui Badan Legislatif, Melalui Pengadilan. Hukum merupakan
kesatuan norma yang bersumber pada nilai-nilai (values). Namun demikian
hukum dan hukum adat pada khususnya menurut karakternya, ada
Hukum
adat memiliki karakter bersifat netral, dan
Hukum
adat memiliki karakter bersifat tidak netral karena sangat erat kaitannya
dengan nilai-nilai relegius.
Pembedaan ini penting untuk dapat memahami pembentukan atau
perubahan hukum yang akan berlaku dalam masyarakat. Hukum netral hukum lalu
lintas adalah hukum yang relative longgar kaitannya dengan nilai - nilai
religius susunan masyarakat adat hal ini berakibat, perubahan hukum yang
termasuk hukum netral mudah pembentukannya dan pembinaan hukum dilakukan
melalui bentuk perumusan hukum perundang-undangan (legislasi). Sedangkan hukum
adat yang erat kaitannya dengan nilai-nilai relegius – karena itu relative
tidak mudah disatukan secara nasional, maka pembinaan dan perumusannya dalam
hukum positif dilakukan melalui yurisprudensi.
Hukum
adat oleh ahli barat, dipahami berdasarkan dua asumsi yang salah, pertama,
hukum adat dapat dipahami melalui bahan-bahan tertulis, dipelajari dari catatan
catatan asli atau didasarkan pada hukum-hukum agama. Kedua, bahwa hukum
adat disistimatisasi secara paralel dengan hukum-hukum barat. Akibat pemahaman
dengan paradigma barat tersebut, maka hukum adat dipahami secara salah dengan
segala akibat-akibat yang menyertai, yang akan secara nyata dalam perkembangan
selanjutnya di masa kemerdekaan.
BAB III
PENUTUP
Sejarah adalah kejadian yang terjadi
pada masa lampau yang disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan berbagai
peristiwa. Peninggalan-peninggalan itu disebut sumber sejarah. Dalam bahasa
Inggris, kata sejarah disebut history, artinya masa lampau masa lampau umat
manusia, dalam bahasa Arab, sejarah
disebut sajaratun (syajaroh), artinya pohon dan keturunan.[3]
Sedangkan
politik hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan
dan cara – cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam
masyarakat. Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk
dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung
serta dipatuhi masyarakat pendukungnya.
Pembedaan ini penting untuk dapat
memahami pembentukan atau perubahan hukum yang akan berlaku dalam masyarakat.
Hukum netral hukum lalu lintas adalah hukum yang relative longgar kaitannya
dengan nilai - nilai religius susunan masyarakat adat hal ini berakibat,
perubahan hukum yang termasuk hukum netral mudah pembentukannya dan pembinaan
hukum dilakukan melalui bentuk perumusan hukum perundang-undangan (legislasi).
Sedangkan hukum adat yang erat kaitannya dengan nilai-nilai relegius – karena
itu relative tidak mudah disatukan secara nasional, maka pembinaan dan
perumusannya dalam hukum positif dilakukan melalui yurisprudensi.
[1]
. Cakrawala Sejarah 1 : untuk SMA / MA Kelas XI /
penulis, Wardaya ; editor, Sugiharti ; illustrator, Mulyanto . — Jakarta
: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009.
[3]
. Cakrawala Sejarah 1 : untuk SMA / MA Kelas XI /
penulis, Wardaya ; editor, Sugiharti ; illustrator, Mulyanto . — Jakarta
: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009.